Jangan Lalaikan Panggilan
Beberapa bulan yang lalu saat saya sedang berada di tempat kerja, tiba-tiba datang seorang tamu yang kebetulan mencari salah satu staf di tempat saya kerja. Sebagai tuan rumah yang baik tentunya saya mempersilahkan tamu tersebut untuk masuk ruangan saya sembari menunggu kawan yang dicarinya.
Selang beberapa saat teman yang dicari tamu tersebut datang dan kemudian mereka berjabat tangan. Sembari mengerjakan tugas kantor yang menumpuk saya menangkap arah pembicaraan mereka. Ternyata mereka adalah Guru dan Murid. Si murid begitu antusias untuk berbagi pengalaman dengan gurunya yang sekarang ada di depannya. Sebut saja si guru adalah pak Amir dan si murid adalah si Anwar. Selang beberapa saat berbicara si anwar memohon ijin untuk melakukan sholat dhuzur. Kebetulan saat itu memang sudah masuk waktu sholat dhuzur.
Usai sholat, kemudian si Anwar masuk kembali ke ruangan Pak Amir. Pak Amir kemudian bertanya mengenai pekerjaan yang dilakukan si Anwar. Anwar menjawab “Alhamdulillah Pak, hasil usaha saya cukuplah untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak saya”. Iseng saja saya bertanya, “memang apa mas kerjanya?”. Dia menjawab “hanya usaha warnet”. Pertanyaan kemudian saya lanjutkan, “memang ga rugi mas usaha warnet di saat seperti ini?”. Dia menjawab “Alhamdulillah, rejeki sudah ada yang atur kok”. Dia menyebutkan bahwa omset warnetnya perhari tidak pernah kurang dari 100 ribu.
Jawaban yang sedikit aneh di benak saya. Bagaimana mungkin di saat banyak usaha warnet yang ada dia bisa sampai dapat omzet sampe 100 ribu?. Obrolan berhenti disini.
Saat saya memandang wajahnya, tampak bekas sebuah luka di keningnya. Kemudian saya coba bertanya mengenai luka yang ada di keningnya. Dia menjawab akibat kecelakaan yang dialaminya. Ceritanya begini.
Siang itu dia dari Surabaya hendak ke Malang karena ada suatu urusan. Sampai di daerah pandaan – Pasuruan, dia mendengar suara adzan dzuhur sudah berkumandang. Sempat dia mengucapkan kalimat “sebentar ah, nanggung, nanti sekalian sholat dzuhur di Malang. Mumpung jalanan sepi dan tidak macet”. Selang beberap menit kemudian dia mengalami kecelakaan. Mobil yang dikendarainya menabrak sepeda motor yang tiba-tiba berhenti di depannya. Akhir cerita akhirnya dia berurusan dengan pihak berwenang apalagi si korban meninggal dunia. Sempat dia mendekam di tahanan gara-gara kasus kecelakaan tadi.
Akhir cerita, untuk menyelesaikan permasalahan kecelakaan tadi dia menghabiskan dana tidak kurang dari 90 juta. Selain untuk menyantuni keluarga si korban kecelakaan, uang tersebut juga digunakan untuk menebus kendaraan yang ditahan sebagai barang bukti. Coba anda bayangkan seberapa banyak uang tersebut. Namun si anwar sangat bersyukur karena dia hanya kehilangan 90 juta.
Mendengar penuturannya saya hanya bisa menghela nafas panjang. Kemudian anwar melanjutkan ceritanya. Ternyata dia melakukan satu kesalahan fatal dan pada akhirnya dia mengalami kecelakaan tersebut. Gara-gara dia menunda waktu sholat dzuhur di perjalanan. Lalu saya bertanya, memang salah ya menunda waktu sholat apalagi sedang dalam perjalanan?
Anwar menjawab “Mas... jika anda memanggil anak anda satu kali kemudian anak anda datang, apakah anda senang atau marah?”. Saya menjawab “senang”. Lalu dia bertanya kembali “kalo anda memanggil anak anda tetapi si anak bilang, sebentar yah, masing sibuk neh, bagaimana perasaan anda?”. Saya jawab lagi “ya kesel mas, masak anak dipanggil bapaknya malah ngasih tempo waktu”.
Kemudian si Anwar kembali bertanya kepada saya “Jika Allah SWT yang memanggil anda, untuk segera menunaikan sholat, melalui kumandang suara adzan dan anda tidak segera datang, kira-kira Allah SWT bagaimana ya mas?”
Saya tidak sanggup menjawab pertanyaan tersebut, karena faktanya selama saya bekerja, meskipun terdengar suara adzan, saya selalu tidak sholat tepat waktu”. Lalu saya bertanya kepada anda para pembaca..
“Jika Allah SWT yang memanggil anda, untuk segera menunaikan sholat, melalui kumandang suara adzan dan anda tidak segera datang, kira-kira Allah SWT bagaimana ya?”
Kisah kiriman bapak Eko Agus (ekoagusdianhusada [at] gmail [dot] com)
No comments:
Post a Comment